Unknown
WELCOME TO THE NEW WORLD

By shaniabk

            Aku merengut kesal dengan sikap mama yang selalu memperlakukanku layaknya anak kecil yang belum tahu apa-apa, yang harus dijaga agar tidak tersesat pulang ke rumah. Oh ayolah, aku ini sudah berusia 15 tahun. Aku bisa kok menjaga diriku sendiri. Aku juga bukan anak kecil lagi.
            “Yaaah…Mama, kumohon. Aku belum pernah sekalipun main ke sana. Aku penasaran dengan apa saja yang ada di dalam hutan. Aku juga ingin berpetualang ma, lagipula aku tidak sendiri, ada Andy yang akan menemaniku. Aku juga akan buktiin sama mama kalau hutan itu sahabat kita dan nggak berbahaya” pintaku memelas kepada mama.
            “Jani sayang, kamu ini masih kecil. Dan lagi, hutan itu luas dan berbahaya. Banyak ular lho, disana. Pokoknya mama nggak ngijinin kamu main kesana sayang.”
            “Tapi ma..”
            “Sekali nggak tetep nggak sayang, sudahlah ini sudah malam. Kembali ke kamarmu.”
            “Papa..plesae?”
            “Maaf sayang, sebaiknya kali ini kamu turuti perkataan mamamu.” Oh papa pun tidak mau membantuku.
            Dengan perasaan yang sangat jengkel, aku menghentakkan kakiku keras-keras dan kembali ke kamar. Selalu saja begini, selalu dikurung di rumah. Bahkan aku ingin kerja kelompok bersama teman-teman diluar saja tidak boleh. Apalagi jika aku minta izin buat nongkrong bareng sahabat-sahabatku di café, sudah pasti jawabannya tetap sama, tidak boleh. Memangnya aku ini tahanan penjara apa? Selalu disuruh di rumah, nggak boleh kemana-kemana. Oh mungkin aku sudah bisa dikatakan sebagai pengganti tugas para satpam yang ada di rumah ini.
            Tapi kali ini aku sudah bertekat untuk pergi ke hutan. Kalian tahu? Aku selalu dibully oleh teman-temanku dan dikatain anak mami oleh mereka. Semua ini gara-gara perilaku mama yang terlalu berlebihan terhadapku. Sampai-sampai mama selalu mengantarkan bekal untukku ke sekolah, Oh seperti anak TK saja. Bukankah masih ada kantin? Aku suka sih diperhatikan, anak mana coba yang nggak suka kalau diperhatikan oleh orang tua nya. Tapi, nggak seperti ini juga kan? Mama terlalu mengkhawatirkanku. Aku tahu sifat seorang ibu itu ingin sekali menjaga buah hati nya dari bahaya apapun, tapi kalau begini caranya, aku pun jadi sulit bernafas karena sikap mama yang terlalu possessive. Aku juga terlanjur menyetujui taruhan yang diberikan oleh teman-temanku. Taruhan tersebut adalah, kalau aku berani masuk ke hutan yang ada di belakang sekolah besok lusa saat pagi-pagi buta tanpa ditemani mama, mereka berjanji nggak akan nge bully aku lagi, tapi jika aku tidak datang, mereka akan membully ku lebih parah dari sebelumnya. Tentu saja aku menyetujui hal itu, aku juga muak jika terus-terusan dibully seperti ini. Ya…aku sudah memantapkan tekatku untuk pergi ke sana. Aku harus pergi kesana bagaimanapun caranya. Harus!
            Segera saja aku mengambil handphone ku dan mengirim pesan untuk Andy, dia sahabat setiaku disekolah, sejak SD aku sudah bersahabat dengannya. Dan dia juga yang akan menemaniku untuk menjelajahi hutan besok lusa.
            Andy, seperti katamu.. Mama nggak setuju jika aku pergi ke hutan
Sementara menunggu balasan dari Andy, aku memikirkan cara agar aku tetap bisa pergi kehutan. Kalau aku memohon sampai ribuan kali pun, mama nggak bakal mengizinkanku pergi. Jika aku tetap ngotot, yang ada malah aku akan dikunci di dalam kamar seharian. Aish bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Disaat aku berpikir keras untuk menemukan cara agar bisa pergi, tiba-tiba handphone ku berbunyi, tanda pesan masuk, dari Andy
            Sudah kuduga, dan aku tidak heran jika seperti itu. Sikap possessive mama mu tak pernah berubah. Lalu kita harus bagaimana, Jan?
            Argh…pikiranku benar-benar buntu. Aku tak tahu cara agar bisa pergi dari sini. Tidak mungkin aku akan mengatakan pada teman-temanku jika aku tidak bisa kesana karena mamaku tidak mengizinkan. Yang ada aku akan semakin disiksa saat masuk ke sekolah nanti. Pura-pura sakit? Oh itu tidak mungkin. Aku ini termasuk murid yang paling sehat dan bugar jika berada di kelas, mengingat aku tidak pernah absent dan sifatku yang sangat tidak bisa diam. Haduuuh..bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Apa sebaiknya aku telepon Andy saja? Baiklah ini juga untuk mempersingkat waktu, menggunakan pesan terlalu lama. Segera saja ku pencet tombol call pada touchscreen di layar ponselku. Aku tak harus menunggu lama karena Andy langsung mengangkatnya.
            Andy   : “Halo?”
            Jani      : “Halo? Andy, ini benar-benar gawat. Aku bingung harus bagaimana. Aku tak mungkin membatalkan taruhan ini, tapi aku juga tak bisa keluar dari sini.”
            Andy   : “Yah..tapi jika dipikir-pikir apa nggak sebaiknya kamu turuti kata-kata mamamu? Meskipun beliau melarangmu, tapi ini juga demi keselamatanmu, Jani. Kau tahu, hutan itu berbahaya. Dan lagi kita tak pernah kesana sebelumnya, kita kan tak punya pengalaman sama sekali.”
            Jani      : “Apa? Itu sama sekali bukan saran yang bagus Andy. Kau tahu, jika aku tidak datang. Aku akan di bully lebih parah dari ini.”
            Andy   : “Hm..benar juga sih. Lalu kita harus bagaimana?”
            Jani      : “Aku buntu An. Apa yang harus kulakukan ya?”
            Andy   : “Hm..kabur saja dari rumah. Mengendap-endap keluar seperti pencuri yang nggak mau ketahuan aksinya. Hahahaha..”
            Jani      : “Andy, ini bukan saatnya untuk bercanda. Eh tunggu dulu. Hei, benar juga. Ide bagus, An, tumben kau sangat cerdik”
            Andy   : “Jani, aku hanya bercanda. Aku tidak serius mengatakan itu. Dan jangan lakukan hal konyol seperti itu Jan, ingat kau masih punya Pak Gatot dirumah bak istanamu itu.”
            Jani      : “Pak Gatot? Oh, satpam itu ya?”
            Andy   : “Ya, tentu saja. Siapa lagi? Dan Pak Gatot itu benar-benar menyeramkan, tubuhnya yang gagah dan besar, rambutnya gondrong, dan juga wajahnya yang kelewat sangar. Kalau aku ketahuan, bisa-bisa aku mati ditangannya, Jan.”
            Jani      : “Ya benar juga sih. Ah! Aku punya ide! Aku akan pura-pura membuatkan kopi untuknya, dan diam-diam kopi itu kucampur dengan obat tidur. Jadi bisa dipastikan ia akan tertidur saat aku akan kabur. Bagaimana? Ide bagus kan?”
            Andy   : “Hm…entahlah aku tidak yakin akan melakukan ini. Pak Gatot itu lebih menyeramkan dari yang kau bayangkan Jan. Waktu aku mau ke rumahmu dulu, aku nggak boleh masuk dan dipelototi olehnya. Dan tatapannya itu sungguh mematikan.”
            Jani      : “Oh ayolah, Andy, jangan cemen gitu dong. Kamu ini laki-laki.”
            TOK..TOK…TOK.. Tiba-tiba pintu kamarku diketuk oleh seseorang dari luar.
            “Jani sayang? Kamu belum tidur? Kamu bicara dengan siapa sayang? Sepertinya mama mendengar sesuatu.” Gawat, jangan sampai mama tahu kalau aku teleponan sama Andy. Bisa-bisa rencanaku ketahuan nih.
            “Ehm.. Enggak ma. Aku sendirian kok dikamar, Mama salah dengar mungkin. Udah dulu ya ma, aku ngantuk banget nih. Mau tidur dulu, Ma.”
            “Oh, begitu..baiklah sayang, maaf mengganggu tidurmu. Mungkin memang mama salah dengar. Baiklah selamat tidur, Sayang.” Setelah kuyakini mama sudah pergi, kulihat handphone ku dan masih tersambung dengan Andy.
            Jani      : “Andy..halo? Kau masih disana?”
            Andy   : “Ya..itu tadi mamamu ya?”
            Jani      : “Hhh...tepat sekali, baiklah besok akan kujelaskan lebih rinci rencana kita. Sekarang sudah malam, dan hoaahm..aku ngantuk sekali.”
            Dan sambungan telepon pun berakhir. Paginya, segera aku susun rencana untuk kabur dari rumah. Dan kemungkinan berhasilnya sangatlah kecil. Aku lupa jika satpam dirumahku tidak hanya Pak Gatot. Yah Pak Gatot memang ketua dari seluruh satpam dirumah yang jika dijumlahkan semuanya ada 7 orang satpam, dan memang Pak Gatot lah yang paling nyeremin dari mereka semua. Mungkin pencuri saja akan mengurungkan niatnya untuk melakukan tindak kejahatan jika bertemu dia. Apalagi kalau sudah ditatap oleh matanya, serasa terperangkap dalam jeruji besi dan nggak bisa kabur kemana-kemana. Aish belum lagi di rumah ini kan ada CCTV. Benar-benar kemungkinan kecil akan berjalan mulus. Aku benar-benar tak bisa menangani ini sendiri.
            TOK..TOK..TOK.. “Nona, apa anda sudah bangun? Anda tidak sekolah?” Tiba-tiba Mbak Mira mengetok pintu kamarku. Dia adalah salah satu maid disini, dan dia juga sangat dekat denganku. Aha! Tiba-tiba sebuah ide cemerlang melintas di otakku. Ibarat lampu, lampu itu muncul keluar dari kepalaku dan berdaya 1000watt. Yang menyala terang sekali.
            “Iya Mbak, aku sudah bangun, masuk saja.” Aku memanggilnya dengan sebutan ‘Mbak’ karena dia masih sangat muda dan tidak pantas jika aku memanggilnya ‘Bi’. Ia pun masuk ke kamarku sambil membawakan segelas susu dan sarapan pagi ini.
            “Non nggak sekolah?”
            “Enggak Mbak, hari ini sekolah diliburkan, semua guru nya sedang ada rapat, um..Mbak, aku boleh minta tolong nggak? Pliiiss” kataku dengan ekspresi memelas, semoga dia mau membantuku. Siapa lagi kalau bukan Mbak Mira yang ngebantuin nantinya? Dari seluruh maid disini yang dekat denganku hanya dia.
            “Minta tolong apa Non? Insya Alloh mbak bisa bantu”
            “Hm gini mbak…” kuceritakan semuanya pada Mbak Mira, dari teman-teman sekolahku yang selalu membullyku, taruhan masuk ke hutan dengan ditemani Andy, sampai rencana kabur dari rumah ini. Semoga dia mau membantuku. Kumohon, aku benar-benar butuh bantuan saat ini, aku juga harus melakukan ini, tak mungkin jika aku membatalkan taruhan ini kan?
            “Hm..gimana ya Non, saya takut sama nyonya Non. Kalau ketahuan gimana nasib saya nanti? Bisa-bisa saya dipecat Non.”
            “Alaaah Mbak Mira jangan pesimis dulu. Mbak Mira pasti bisa kok, yakin deh. Jadi tugas Mbak Mira nanti pas jam 12 malam, kan biasanya Bi Sum yang buatin kopi. Nah untuk hari ini saja Mbak Mira minta izin untuk membuatkan kopi nya. Bilang aja kalau Mbak Mira lagi pengen membantu Bi Sum aja gitu. Nah nanti pas Mbak Mira buatin kopi, masukin obat tidurnya tapi usahakan jangan sampai ada yang tahu, jam 12 malam kan masih banyak maid yang beres-beres. Terus habis itu, Mbak Mira ke lantai atas, Mbak Mira kabarin aku dulu kalau urusan satpam udah selesai, lalu ke tempatnya Pak Novan yang selalu jagain semua CCTV yang ada di rumah ini, dan Mbak Mira harus ngajak dia ngobrol sampai dia lupa kalau dia harus jagain CCTV. Jangan sampai dia ngeliat ke layar kalau aku belum selesai kabur, Mbak Mira harus ngajak dia ngobrol sampai ketawa-ketawa, pokoknya ngomongin yang seru-seru gitu biar Pak Novan nya juga nggak bosen sama Mbak dan sampai lupa sama tugasnya, Nanti kalau aku udah keluar aku kabarin deh, aku sms Mbak nanti. Oke? Mbak mau kan? Ayolah Mbak..aku udah ngoceh panjang kali lebar kali tinggi masa Mbak nggak mau bantu?” Kataku sambil merengek memegangi ujung seragam maid yang di pakai Mbak Mira.
            “Pliisss lah Mbak, kumohon, pliiss mau ya.. Bantu aku Mbak, aku bisa dibully lagi kalau nggak begini, Mbak tega banget sih, ngebiarin aku dibully terus”
            “Hm..aduh gimana ya Non, saya teh kasian lihat Non di gituin terus, Hm gimana ya” Oh ayolah Mbak kita harus cepat. Aku pun hanya memasang wajah sedih dan kuusahakan agar menangis, tapi alhasil mataku hanya mampu berkaca-kaca. Melihat muka ku yang di tekuk seperti kertas amplop pun Mbak Mira akhirnya luluh juga.
            “Nah loh Non jangan nangis, iya deh Mbak bakalan bantu asalkan jangan nangis Non. Kalau nangis Non jelek banget lho..”
            “Yeeeiiii makasih Mbak, tenang aja aku nggak nangis kok, nah sekarang ayo laksanakan rencana.”
            Setelah itu aku pun meneliti kembali apa persiapanku sudah lengkap untuk berada di hutan nantinya. Sedangkan Mbak Mira menjalankan tugas yang aku beritahukan padanya tadi. Aku pun juga sudah mengirim pesan ke Andy kalau kemungkinan rencana kita berhasil dan dia akan menungguiku di gerbang depan. Aku tak perlu menunggu lama karena Mbak Mira dengan cepat sudah menyelesaikan tugas pertamanya, membuat tidur para satpam, ia pun juga sudah memastikan bahwa satpam-satpam juga Pak Gatot pun langsung meminum kopi itu. Beberapa menit lagi pasti obatnya sudah bekerja. Dan tugas kedua ini menurutku lumayan sulit karena Pak Novan itu orangnya sedikit kaku. Dan lagi dia itu suka menyendiri juga. Yah semoga saja Mbak Mira bisa melewati ini. Tiba-tiba ponselku berbunyi, pertanda pesan masuk. Dari Mbak Mira, dia berkata aku bisa keluar sekarang, katanya Pak Novan seru banget kalau diajak bicara. Wah hebat banget Mbak Mira, bisa meluluhkan Pak Novan yang sedingin es begitu. Bakat tersembunyi mungkin. Hahaha..
            Segera saja aku keluar kamar dan mengendap-endap pergi keluar. Para maid sudah tidur, satpam pun semuanya pada lagi membuat peta buta. Oke kondisi aman. Segera saja aku memanjat pagar dan kulihat Andy sudah menungguku. Aku melompat disertai bunyi ‘hap’ dan langsung kabur bersama Andy. Horee rencana kali ini sukses. Segera ku kirim pesan ke Mbak Mira bahwa semua berjalan lancar. Bagus sekarang tinggal pergi ke hutan dibelakang sekolah. Kulihat jam tanganku, sudah jam 2 pagi. Seharusnya mereka juga sudah sampai.
            Sesampainya di sana, kami pun langsung disambut oleh Jessica, Nayla, dan satu laki-laki yaitu Lucas. Merekalah yang selalu membullyku di sekolah, aku juga tak tahu mengapa mereka begitu suka membullyku. Seakan itu benar-benar menjadi salah satu hobi mereka. Aku senang kali ini aku bisa membuktikan pada mereka bahwa aku bukanlah anak mami. Bahkan kalau bisa aku akan membuktikan bahwa aku tidak membutuhkan perhatian dari orang tua. Sama sekali tidak butuh.
            Aku dan Andy pun masuk ke hutan. Dengan semangat aku melangkahkan kakiku beserta kamera SLR kesayanganku sambil sibuk memotret keindahan alam yang terpampang nyata dihadapanku.
            “Jani, apa kamu yakin? Apa tidak sebaiknya kau menuruti apa yang dikatakan mama mu?” Tanya Andy
            “Iya, tentu saja. Aku ingin hidup bebas Andy, kesempatan ini yang hanya datang satu kali. Aku tak boleh menyia-nyiakannya”
            “Tapi Jan, kamu tuh masih untung. Orang tua kamu masih bisa menemani kamu. Keluargamu juga masih utuh. Daripada aku. Aku sudah tak punya siapa-siapa lagi. Ayah dan ibu sudah berada di surga saat ini. Mereka tega sekali meninggalkan aku sendiri.” Kata Andy sambil mendongak keatas. Ke arah birunya langit pagi ini.
            “Ah..jangan sedih gitu lah Andy, lagipula aku malah ingin hidup sendiri. Jadi kamu malah lebih enak tahu. Kamu bisa kemana aja sesuka kamu, kamu bisa melakukan semua yang kamu suka tanpa ada seorang pun yang melarang. Kalau aku sih lebih ingin hidup sendiri, bisa  merasakan kebebasan sepertimu.”
            SRREKK..SREEK..
            “Andy, apa itu?”
            “Aku juga tidak tahu.”
            Dan ketika kutolehkan kepalaku kebelakang, terlihat seekor singa besar yang tengah menatap kami lapar. Gawat, jangan sampai kami berakhir di perut singa yang telah lapar ini.
            “Janiii, ayo kita larii..” aku dan Andy pun segera mengambil langkah seribu. Singa itu masih saja mengejar kami. Oh apa hidupku hanya sampai disini? Kumohon aku masih ingin menggapai cita-citaku. Tak jauh di depan kami. Kami menemukan sebuah gua. Aku dan Andy pun segera masuk kedalam gua itu. Aku sangat bersyukur karena singa tersebut rupanya telah kehilangan jejak kami. Fiuh hampir saja. Tapi tak semulus itu semuanya berjalan. Tiba-tiba bagian mulut gua ini runtuh dan menutup jalan untuk keluar gua. Aku maupun Andy tidak ada yang bisa keluar meskipun kita sudah mendorong dan menendang batu-batu itu dengan sekuat tenaga.
            Akhirnya kami pun memutuskan untuk berjalan ke sisi lain dari gua ini. Aku dan Andy hanya berbekal cahaya senter yang kami bawa, punya ku pun sepertinya baterainya sudah hampir habis. Aku dan Andy sama-sama panik, takut jika tak bisa keluar dari gua ini. Tiba-tiba aku melihat sebuah cahaya berwarna biru. Kutanya Andy apa aku salah lihat tapi ternyata mataku memang masih sehat, cahaya itu benar berwarna biru. Aneh sekali. Kami pun mendekati sumber cahaya itu dan semakin dekat, cahaya itu semakin besar. Dan menurutku, ini seperti semacam portal yang ada di film kartun Chalk Zone. Tapi itu memang benar, hanya saja portal itu berwarna biru. Aku dan Andy pun memasuki portal tersebut.
            Dan sesuatu yang sangat mengejutkan terjadi. Tiba-tiba saja kami berada di jalan menuju rumah ku dan Andy. Kulihat ke belakangku, portal tersebut pun telah menghilang entah kemana. Ini benar-benar aneh, bukannya sedetik yang lalu aku masih berada di gua? Kenapa sekarang jadi di sini? Keterkejutanku semakin bertambah setelah kusadari bahwa saat ini aku tengah memakai seragam, dan tas ranselku berganti dengan tas sekolah biasa. Seolah-olah ini seperti biasanya saat aku dan Andy pulang sekolah. Kulihat jam tanganku. Aneh, kenapa jam tanganku mati pada jam 2.30 a.m. dimana terakhir kali aku melihat jam saat di hutan tadi. Padahal belum ada seminggu mama membelikanku jam tangan ini. Andy pun sama terkejutnya denganku.
            “Nah loh.. Kenapa kita jadi disini? Kemana gua yang tadi? Dan lagi kenapa aku memakai seragam sekolah? Bahkan senter yang tadi kupegang pun kini tidak ada.” Tanya Andy sambil menatapku bingung.
            “Hei, kau pikir aku tahu? Aku pun sama bingungnya seperti mu An, tapi ini lebih baik daripada berada di gua tadi. Iya kan?”
            “Hm..tapi ini aneh, bagaimana bisa tadinya kita di gua lalu tidak ada semenit kita sudah ada di sini?”
            “Entahlah, mungkin itu hanya keajaiban An, sudahlah aku sangat lelah karena berlari tadi, pulang aja yuk” ajakku pada Andy dan hanya dibalas dengan sebuah anggukan.
            Setelah sampai. Aku pun segera masuk ke dalam rumah. Aneh, jika ini benar-benar jam pulang sekolah di dunia nyata, harusnya sejak aku memasuki gerbang mama sudah menyambutku dengan seribu omelannya karena aku pulang terlambat. Tapi ini, hening sekali. Para maid yang biasanya lalu-lalang saja juga tidak ada. Yah lebih tenang lebih baik.
            “Mama? Papa? Ada orang di rumah?” tanyaku saat membuka pintu utama yang tidak terkunci. Hah? Kemana semua orang? Oh ya aku baru ingat, mungkin ini karena aku memasuki portal biru itu tadi. Semuanya sungguh aneh semenjak itu. Kulihat jam dinding besar di ruang tamu. Aneh sekali, jam itu juga berhenti pada pukul 02.30. Apa saat ini waktu berhenti? Tapi, bagaimana bisa? Aku tak menghiraukan rasa lelah yang kini menjadi-jadi, aku masih penasaran dengan semua ini. Aku tahu aku ada di rumah. Tapi keadaan rumah benar-benar berbeda kali ini. Kuamati foto-foto yang terpajang di dinding, dan saat itu pula aku merasa ngeri. Semua foto nya, kenapa hanya ada fotoku? Aku masih hafal betul di sisi dinding paling kiri ini foto ku bersama mama dan papa di Disney Land. Tapi, foto ini sangat aneh. Di foto itu tercetak jelas memang aku sedang berada di Disney Land tapi aku hanya sendiri di foto itu. Kulihat semua foto pun sama saja. Bahkan foto resmi keluarga saja hanya ada aku yang memakai gaun merah, padahal seharusnya ada mama yang bergaun biru juga papa yang memakai tuxedo hitam. Aku pun berjalan ke lantai atas, dimana kamarku dan kamar orang tuaku berada. Aku tercengang melihat kondisi kamar orang tua ku. Usang, berdebu, dan kotor. Bahkan seperti bertahun-tahun tidak di bersihkan. Padahal biasanya kamar ini selalu menjadi paling bersih karena mama suka sekali bersih-bersih. Oh ya ngomong-ngomong soal papa dan mama, sampai saat ini aku masih belum menemukan mereka. Tiba-tiba ada seseorang yang memanggil-manggil namaku dari luar. Oh ternyata Andy.
            “Andy? Ada apa?” tanyaku bingung, ia terlihat habis berlari
            “Jan, siapa sih yang berani-berani nya mempermainkan kita seperti ini? Kau tahu tidak? Saat aku pulang ke rumah ayah dan ibu ada di sana, bahkan mereka menyapaku seperti dulu. Siapa yang dengan beraninya mempermainkan orang yang seharusnya telah meninggal? Ini sungguh keterlaluan.”
            “A-apa? Orang tua mu hidup kembali? Sebenarnya kita berada di dunia apa? Memang sepertinya kita pulang ke rumah, tapi semuanya sungguh berbeda. Dan oh ya Andy, jam tangan dan jam dinding di rumahku berhenti pada waktu yang sama.”
            “Ya, itu benar, jam di ponselku juga berhenti pada waktu 2.30 a.m. ini sungguh janggal”
            “Yah, lagipula kita tidak bisa melakukan apa-apa kan? Jalani sajalah An. Lagian kamu harusnya bersyukur. Kamu bisa kembali bersama orang tua mu. Bukankah kamu merindukan mereka?”
            “Oh andai aku menemukan orang yang dengan seenaknya mempermainkan kita, kupastikan dia tamat dengan jurus karate ku.
            Dunia kini semakin aneh, yah tapi paling tidak, tidak ada mama yang selalu mengomeliku saat ini, aku juga bisa makan mi instan sebanyak yang aku suka, aku bisa pergi keluar kemanapun aku mau. Waah..tidak buruk juga. Aku malah sangat senang jika bisa menjalani hidup sendiri. Hei tunggu dulu, kurasa aku mengerti, dunia yang saat ini adalah dunia dimana keinginan kita bisa tercapai. Lihat, orangtua Andy hidup, itu juga merupakan keinginan Andy selama ini kan? Dan saat ini aku akan menjalani hidup sendiri. Ah aku baru menyadarinya. Yeeeiii aku bebas, akhirnya aku bebas dari segala peraturan rumah yang selalu mengekangku. Oh terimakasih dunia. Mimpiku tlah terwujudkan. Aku pasti akan betah berada di sini.
            Tak terasa aku berada di dunia yang menurutku aneh ini selama seminggu, dan selama seminggu itu pula seluruh jam yang ada di rumah ku tidak ada yang bergerak sedikitpun dari tempatnya, meskipun aku sudah mengganti batrai nya dengan yang baru, sampai aku nekat membongkar pasang isinya. Jam itu tetap saja menunjukkan pukul 2.30. Dan selama ini pula aku merasa janggal. Entahlah, seharusnya aku senang karena bisa bebas. Aku bisa menjalani hidupku tanpa terkekang oleh aturan-aturan mama. Tapi, lama-lama aku merasa kesepian juga. Rumah sebesar ini hanya ditempati oleh diriku seorang, aku menonton TV sendiri, sarapan sendirian, tidak ada yang menanyakan bagaimana sekolahku lagi seperti biasanya, tidak ada mama yang melarangku keluar lagi, tidak ada canda tawa papa yang selalu dilontarkannya saat waktu bersantai, tidak ada mama yang membuatkanku sandwich setiap pagi, tidak ada mama yang selalu memelukku setiap aku pulang sekolah, mengelus rambutku saat aku ada masalah, bahkan tidak ada papa dan mama yang akan mengecup dahiku sebelum aku tidur seperti biasanya. Tak terasa air mataku mengalir deras, menciptakan sungai-sungai kecil di pipiku. Aku merindukan mereka, aku merindukan mama, papa, juga semua orang yang pernah ada di rumah ini. Aku sungguh merasa kesepian. Hingga aku sadar, apakah Andy juga merasakan perasaan ini setiap hari? Kesepian dan sendirian. Akupun memutuskan untuk pergi ke rumah Andy, aku akan mengajaknya untuk kembali ke dunia kami yang dulu. Ya, tempat kami bukan disini. Kami harus segera kembali ke dunia asli kami. Setelah sampai di rumah Andy aku pun memarkirkan sepedaku di pekarangan rumahnya.
            “Andy, maaf ada yang harus ku bicarakan denganmu, bisa kau keluar sebentar?” teriakku dari luar rumah
            “Ah, Jani? Ada apa Jan?”
            “An, kita harus kembali ke dunia kita yang dulu. Ini salah, seharusnya kita tak berada di sini. Kita harus kembali sekarang, An!” Kataku penuh penekanan pada Andy.
            “Yah, apa yang kau katakan! Tentu saja aku tidak mau, aku masih ingin lebih lama bersama orang tuaku, bahkan kalau bisa aku ingin selamanya bersama mereka Jan!”
            “Nggak bisa Andy! Kita harus kembali sekarang! Pokoknya kita harus kembali ke dunia kita sekarang juga!”
            “Nggak mau Jan! Aku pengin disini! Aku lebih bahagia disini Jan!”
            “Tapi aku menderita An! Aku sendiri! Aku nggak punya teman di rumah! Mama dan papa sudah tidak menemaniku lagi, aku kesepian An. Aku  nggak mau disini, aku rindu mama, aku sayang sama mama. Aku nggak mau sendirian seperti ini lagi, aku janji kalau akan selalu menuruti perintah mama. Aku janji aku nggak akan bandel lagi. Aku nggak bisa tanpa mama. Aku janji pasti akan menuruti semua yang dikatakan oleh mama. Hidup tanpa mama dan papa benar-benar ide buruk. Aku nggak suka, aku nggak mau. Hiks..mama, aku sayang mama, maafkan Jani ma, maafin Jani yang melanggar perintah mama. Sekarang Jani dapat hukumannya. Tolong maafin Jani ma, hiks Jani ingin sama mama lagi. Hiks..” Tak dapat kutahan air mataku yang berlomba-lomba tumpah. Tak kupedulikan Andy yang menatapku kaget karena menangis meraung-raung. Akupun menangis sekeras-kerasnya sambil menggumamkan kata mama dalam tangisanku. Aku benar-benar merindukan mama. Aku menyesal telah kabur waktu itu. Aku menyesal melanggar perintah mama. Aku menyesal pernah berharap agar mama tidak ada. Sekarang aku telah merasakan akibatnya. Hidupku tidak ada artinya kalau tidak ada mama yang selalu menemaniku. Maafkan aku yang selalu menolak semua perhatian mama, aku tahu sebenarnya mama sangat menyayangiku. Selama ini mama selalu perhatian padaku, tapi apa yang telah kulakukan? Aku malah melanggar perintah mama yang sebenarnya demi kebaikanku sendiri. Kalau saja aku tidak kabur dari rumah waktu itu, aku pasti sekarang tidak berada di tempat aneh ini. Aku pasti masih bersama mama dan papa, bercanda bersama, dan melakukan hal-hal yang menyenangkan lainnya. Tapi, saat ini, bahkan mama dan papa dimana pun aku tidak tahu, mereka bagaikan hilang ditelan bumi.
            Di sela-sela tangisanku tiba-tiba sesuatu yang aneh terjadi. Tiba-tiba semuanya menjadi gelap, hingga aku tak bisa melihat apapun, tapi aku menemukan setitik cahaya yang berada tak jauh dariku, aku pun berlari menuju cahaya putih itu, yang mungkin bisa membebaskanku dari kegelapan yang mengerikan ini. Semakin dekat cahaya itu semakin besar dan menyilaukan, akupun sampai memejamkan mataku, takut jika cahaya itu merusak kornea mataku.
            “Jani? Jani sayang? Bangun, Nak. Mimpi buruk ya?” saat kubuka mataku, tiba-tiba cahaya yang menyilaukan tadi telah berganti menjadi sosok yang sangat kurindukan selama ini, tak bisa kusembunyikan lagi air mata ini dan langsung kupeluk sosok itu.
            “Hiks..mama..hiks.. Jani kangen sama mama, hiks maafin Jani selama ini ya ma, Jani selalu bandel sama mama, Jani nggak mau menuruti perintah mama, bahkan Jani pernah berharap ingin hidup sendiri tanpa mama. Maafin Jani ya ma, hiks Jani udah banyak salah sama mama. Jani nggak pantas mendapatkan maaf dari mama hiks”
            “Sssst… Jani, nggak boleh ngomong gitu, Sayang. Mama maafin kamu kok, mama juga sayaaaang banget sama kamu. Mama juga salah karena memperlakukan kamu seperti anak kecil, seharusnya mama juga memberimu sedikit kebebasan, maafin mama juga ya sayang.” Kata mama sambil mengelus surai hitamku. Aku pun hanya bisa mengeratkan pelukanku pada mama.
            “Baiklah Jani sayang, sekarang mama mengizinkan kamu untuk pergi ke hutan itu, mama tahu kamu selalu di bully di sekolah. Mama nggak mau anak mama yang cantik ini dibilang pengecut sama teman-temannya dan selalu di tindas seenaknya, kamu harus tunjukin kalau kamu bisa sayang”
            “Nggak mau ma, aku takut masuk ke hutan itu. Aku mau disini sama mama.” Kataku sambil menggeleng keras
            Tapi mama tetap memaksaku untuk menunjukkan pada teman-teman bahwa aku bukanlah pengecut, aku sangat takut jika kejadian yang lalu terulang lagi, sungguh aku tak bisa bayangkan kalau tidak ada mama yang selalu menemaniku lagi. Tapi ini juga perintah dari mama, aku pun terpaksa  pergi ke rumah Andy dan menceritakan semua kejadian ajaib bin aneh yang ternyata hanyalah mimpi semalam, padahal kejadian itu benar-benar terasa nyata. Dan yang paling mengejutkan adalah, ternyata Andy juga bermimpi hal yang sama persis denganku, seolah-olah kami benar-benar mengalaminya, kejadian kali ini pun seperti de ja vu ketika aku dan Andy memasuki hutan. Tentunya dengan perasaan was-was yang menyelimuti kami berdua. Tiba-tiba terdengar suara “SREEK…SREEK” dari arah belakang, oh jangan bilang kalau itu singa yang sangat besar seperti di mimpiku. Dan sialnya hal itu benar terjadi, kami pun segera berlari secepat mungkin agar lolos dari kejaran singa itu, sampai kami menemukan sebuah gua, ya itu gua yang sama dengan yang ada di mimpiku. Tidak! Aku tidak akan pernah mau masuk kesana, tidak akan! Bahkan sampai kapanpun! Tapi kami harus lari kemana lagi? Masih berkutat dengan pikiran masing-masing, sungguh sial nasib kami karena singa itu sudah berada di hadapan kami lagi, aku hanya bisa mematung. Tubuhku gemetar ketakutan, apa hidupku akan berakhir sampai disisni? Tapi dugaanku salah. Singa itu malah merunduk seolah-olah membiarkan kami untuk menungganginya. Aku sungguh lega sekali ternyata singa itu jinak. Akhirnya kami pun keluar dari hutan dengan menunggangi seekor singa besar yang sangat baik dan penurut. Dan semenjak itu kehidupanku berubah 180 derajat. Aku nggak dibully lagi di sekolah dan mama yang sudah mulai mengizinkianku untuk menikmati masa remaja dengan bebas, tentunya beliau masih perhatian padaku. Aku sungguh bahagia semenjak itu, dan aku juga sudah berjanji bahwa aku akan selalu menuruti apa yang mama katakana, karena itu semua adalah yang terbaik untukku. I Love You MOM.
0 Responses

Posting Komentar