Unknown


Seperti seekor siput, pria ini selalu pergi dengan membawa rumahnya. Eh, tapi jangan membayangkan rumahnya ini terbuat dari batu bata atau tembok beton ya. Rumah yang ia bawa ini sangat unik dan juga tergolong nyentrik. Bahkan rumah ini juga tersusun dari barang-barang rongsokan.

Pria tersebut bernama Liu Lingchao dari kota Liuzhou, daerah otonomi Guangxi. Seperti yang dilansir oleh shanghaiist.com, selama enam tahun Liu mengumpulkan barang rongsokan dan botol bekas sebagai modal dan juga bahan untuk rumah yang ia gotong saat bepergian. Setiap tahun ia akan melakukan perjalanan memutar, dari tempat tinggal asalnya di Liuzhou melewati Wuzhou lalu kembali lagi ke Liuzhou. Perjalanan itu pun menghabiskan waktu tiga bulan setiap tahunnya. Karena gaya hidupnya yang sangat unik, ia pun mendapat julukan "Snail Man" atau "Manusia Siput".

Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, rumah yang dibawa Liu kali ini terlihat lebih kuat dan kokoh. Tapi ada cerita sedih di balik keputusannya dengan selalu membawa rumahnya ke manapun ia pergi.

Sekitar 10 tahun yang lalu, Liu mengalami trauma akibat kematian ayahnya karena sebuah kecelakaan dan perceraiannya dengan istrinya. Hidupnya tergoncang dan ia jadi takut untuk tinggal di dalam rumah karena, "takut rumahnya terguling." Itulah kenapa ia putuskan untuk melakukan perjalanan tahunan dengan menggunakan rumah uniknya tersebut.

Meskipun sosok Liu sebagai Manusia Siput ini sudah terkenal di dunia maya, Liu masih saja menolak orang atau wartawan yang ingin meliputnya. Ia tetap hidup terisolasi dalam kesendiriannya.

Dalam perjalanannya, Liu terus mencari barang rongsokan. Pada titik tertentu, ia akan pergi untuk mencari botol air kosong dan mensortirnya lalu melanjutkan perjalanan lagi dengan memboyong rumahnya. Kegiatan ini terus ia lakukan sepanjang perjalanan.

Hmm, pengalaman traumatis dan sedih memang bisa membuat kita tersiksa. Dan Liu memutuskan untuk meredakan luka pengalaman traumatisnya tersebut dengan melakukan perjalanannya sendiri, dengan memboyong rumah buatannya sendiri, dan menjadi Manusia Siput.
Unknown


Perjalanan panjang merebut kemerdekaan, memunculkan banyak kejadian-kejadian yang bersejarah. Salah satunya adalah berpindahkan ibu kota Negara. Memang tidak mungkin sebuah Negara memindahkan ibu kota negaranya untuk alasan-alasan tertentu. Indonesia pun pernah mengalami peristiwa pindahnya ibu kota karena alasan kedaulatan.

Sejarah mencatat, Indonesia pernah memindahkan ibu kota sebanyak 3 kali. Peristiwa ini terjadi setelah proklamasi kemerdakaan. Setelah Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya, situasi di negeri ini belum stabil. Pihak penjajah, dalam hal ini Belanda, masih berusaha untuk kembali menjajah dan menguasai daerah yang kaya dengan hasil bumi ini. Belanda kembali datang ke Indonesia dengan membonceng Sekutu. Akibatnya, kedaulatan NKRI terancam. Bahkan satu bulan setelah kemerdekaan, yaitu pada tanggal 29 September 1945, Belanda berhasil mengambil alih Jakarta.




Jatuhnya ibu kota membuat Sri Sultan Hamengku Buwono IX mengirimkan utusannya dan menawarkan kota Yogyakarta menjadi Ibukota. Saran ini kemudian disetujui oleh Soekarno. Tepatnya pada tanggal 4 Januari 1946, ibukota Indonesia resmi pindah ke Yogyakarta. Istana Negara pun pindah ke Gedung Agung, berseberangan dengan Benteng Vedeburg.

Pada waktu itu, Belanda tidak menyerah dan menyerang Jogja. Peristiwa ini lebih dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II. Hasilnya, Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda. Bahkan para pimpinan Negara juga ditangkap. Dalam keadaan seperti ini, dibentuklah Pemerintahan Darurat Republik Indonesia dan ibukota kembali dipindahkan untuk mempertahankan kedaulatan. Dipilihlah kota Bukittinggi. Pemilihan daerah ini bukan tanpa alasan atau hanya asal-asalan. Kepindahan ibukota ini karena adanya Sjafrudin Prawiranegara yang pada masa itu memang disiapkan untuk memimpin pemerintahan darurat jika para pemimpin tertangkap. Baru pada tanggal 17 Agustus 1950, ibukota dikembalikan ke Jakarta berdasarkan UUD Sementara tahun 1950 dalam pasal 46.
#kota #daerah #indonesia
Unknown


Museum Sejarah Nasional Darwin Centre London memamerkan seekor cumi-cumi raksasa yang terbesar dan terutuh di dunia pada Maret lalu, cumi-cumi (squid) raksasa itu terjaring oleh nelayan di sekitar perairan Kepulauan Falkland (Pulau Malvinas).

Cumi-cumi raksasa ini panjangnya 8.2 meter (28 kaki), dipamerkan di dalam sebuah rak kaca sepanjang 9 meter.

Cumi-cumi raksasa ini sangat langka, pernah dianggap sebagai bangsa ular di samudera, mereka hidup di kedalaman 200-1000 meter di bawah laut. Spesimen cumi-cumi raksasa yang utuh dan maha besar ini sangat jarang ditemui Bobot cumi-cumi raksasa ini dapat mencapai 1000 kg : cumi-cumi terbesar yang pernah ditangkap pada tahun 1880 panjangnya 18.5 meter, cumi-cumi itu ditangkap di teluk dekat New Zealand.

Peneliti dari Museum Sejarah Nasional menuturkan, bangkai cumi-cumi raksasa biasanya terdampar di pinggir pantai, atau ditemukan dari perut ikan paus. Karena itu, spesimen cumi-cumi yang utuh dan besar ini sangat jarang ditemui.

Persiapan memamerkan cumi-cumi ini membutuhkan waktu beberapa bulan lamanya. Pertama-tama staf peneliti butuh waktu 4 hari untuk mencairkan cumi-cumi. Karena ukuran cumi-cumi sangat besar, tetapi, cakar dan kumisnya sangat halus, agar supaya tidak merusak cakar atau kumis cumi-cumi ketika dicairkan perlu dikerjakan dengan sangat teliti dan cermat.

Peneliti terlebih dahulu memasukkan cumi-cumi ke dalam air, namun, mereka menutup kumis dan cakar cumi-cumi dengan es, kemudian untuk mencegah agar tidak hancur, mereka menginjeksi tubuh cumi-cumi itu dengan cairan formalin.

Selain itu, museum perlu mencari orang untuk memesan pembuatan rak kaca, dan rak kaca tidak hanya dapat memuat cumi-cumi raksasa tersebut, lagipula dapat menyimpan keutuhan cumi-cumi untuk riset di masa mendatang.
Museum memutuskan mencari bantuan seorang seniman yang terkenal dengan pameran bangkai binatang, dan orang itu adalah Jon Ablett . Dari seniman itu, museum berhasil menemukan perusahaan yang dapat membuat rak kaca khusus ini. Cumi-cumi itu sekarang dimasukkan ke dalam sebuah kotak kaca, dan di dalamnya dipenuhi dengan formalin. Bersama dengan 2000 lebih spesimen lainnya, cumi-cumi raksasa ini merupakan sebagian pameran Museum Sejarah Nasional.